Prinsip-Prinsip Komunikasi

SHARE THIS

Share to:

Facebook Twitter

Prinsip-Prinsip Komunikasi

Prinsip-Prinsip Komunikasi - Seperti penjelasan definisi komunikasi, prinsip-prinsip komunikasi juga diuraikan dengan berbagai cara oleh pakar komunikasi. Mereka adakalanya menggunakan istilah-istilah lain untuk merujuk pada prinsip-prinsip komunikasi ini. Misalnya Willian B. Gudykunst dan Young Yun Kim menyebutkan asumsi-asumsi komunikasi, sedangkan Cassandra L. Book, Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Sarah Trenholm dan Arthur Jensen menyebutnya karakteristik-karakteristik komunikasi. Prinsip-prinsip komunikasi merupakan penjabaran lebih jauh dari definisi atau hakikat komunikasi. Karena pada dasarnya memahami komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya.

A. Komunikasi Adalah Suatu Proses Simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang-lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang dan itulah yang membdakan manusia dengan makhluk lainnya yang dikenal sebagai animal symbolicum. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal dan objek yang maknanya disepakati bersama, misalnya memasang bendera di halaman rumah (tergantung warna).

Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya, yang ditandai dengan kemiripan, misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno, foto anda pada kartu mahasiswa atau KTP adalah ikon anda pemakainya. Sedangkan indeks adalah suatu tanda yang secara alamiah merepresentasikan objek lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), yang dalam bahsa sehari-hari disebut juga gejala (symptom). Indeks muncul berdasarkan hubungan sebab akibat yang punya kedekatan eksistensi. Misalnya awan gelap adalah indeks hujan yang akan turun, sedangkan asap merupakan indeks adanya api.

Lambang memiliki beberapa sifat seperti berikut ini:
1) Lambang bersifat sembarang, manasuka atau sewenang-wenang. Apa saja bisa dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan atau tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan, tempat tinggal, jabatan (pekerjaan), olahraga, hobi, tumbuhan, gedung, alat (artefak), angka, bunyi, waaktu dan sebagainya, semua itu bisa menjadi lambang. Jadi, lambang hadir dimana-mana dan tidak henti-hentinya menerpa kita, dari gosip di TV, brita TV, buku yang kita baca, suara adzan, spanduk di pinggir jalan, bunyi peluit polisi, tangisan bayi dan sebagainya.
2) Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna, kitalah yang memberi makna lambang. Makna sebenarnya ada dalam benak kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna terhadap kata-kata itu. Persoalan muncul ketika para peserta komunikasi tidak memaknai sama kata itu.

3) Lambang itu bervariasi. Pemakaian lambang akan bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dari konteks waktu ke konteks waktu yang lain. Begitu juga makna yang akan diberikan kepada lambang tersebut. Untuk menyebut suatu benda yang anda baca, orang Indonesia menamakan buku, orang Inggris book, orang Arab kitab dan seterusnya.

B.Setiap Perilaku Komunikasi Mempunyai Potensi Komunikasi
Kita tidak dapat tidak paasti berkomunikasi. Tidak berarti semua perilaku adalah komunikasi, melainkan komunikasi terjadi apabila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Tentu amat sulit baginya untuk melakukan, karena setiap perilakunya punya potensi untuk ditafsirkan. Kalau ia tersenyum, ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut, ia ditafsirkan ngambek.

C. Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang ia katakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakan yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaiman seharusnya pesan itu ditafsirkan. Sebagai contoh, kalimat "Aku benci kamu" yang diucapkan dengan nada menggoda, mungkin sekali bermakna sebaliknya. Begitu juga bila seorang gadis yang mengatakan "Ih,kamu jahat", kepada seorang teman prianya seraya mencubit sang pria, apakah ini akan bermaksud jahat dalam kata yang arti sebenarnya?.

Dalam komunikasi massa, dimensi ini merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya bukan hanya bergantung pada isinya, namun juga pada siapa penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan dan sebagainya. Bahkan ambilan (shot), sudut pengambilan (angle) dan gerakan (motion) kamera televisi juga ternyata menimbulkan pengaruh yang berbeda pada khalayak pemirsa. Oleh karenanya pengaruh suatu pesan juga akan berbeda bila disajikan oleh media yang berbeda. Sebagai contoh, pengaruh cerita yang disajikan oleh televisi boleh jadi menimbulkan pengaruh yang hebat bila dibandingkan dengan media majalah atau radio. Berkenaan dengan ini maka Marshall McLuhan mengatakan medium is the message.

D. Komunikasi Itu Berlangsung dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan
Komunikasi dilakukan dalam berbagai kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali (misalnya anda melamun smentara orang memperhatikan anda) hingga komunikasi yang benar-benar dirancanakan dan disadari (ketika anda menyampaikan pidato). Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Dalam komunikasi, biasanya kesadaran kita lebih tinggi dalam situasi khusus bila dibandingkan dengan situasi yang biasa. Misalnya, ketika anda sedang diuji secara lisan oleh dosen anda atau ketika anda berdialog dengan orang asing yang berbahasa Inggris dibandingkan dengan ketika anda bersenda gurau dengan karib kerabat atau kawan anda. Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi antar orang-orang berbeda budaya, ketidak-sengajaan berkomunikasi ini lebih relevan lagi untuk kita perhatikan. Banyak kesalahpahaman antarbudaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang tidak disengaja dipersepsi, ditafsirkan dan direspon oleh orang dari budaya lain.

E. Komunikasi Terjadi Dalam Konteks Ruang dan Waktu
Makna pesan sangat tergantung pada konteks fisik/ ruang, waktu, sosial dan psikologis. Topik-topik yang lazim diperbincangkan di rumah, tempat kerja atau tempat hiburan seperti "lelucon", "acara televisi", "mobil", "bisnis" atau "perdagangan" terasa kurang sopan bila dikemukakan di masjid. Tertawa terbahak-bahak atau memakai pakaian yang menyala, tentu dipersepsi "kurang beradab" jika itu ada dalam acara pemakaman. Dering bunyi telepon pada tengah malam atau dini hari akan dipersepsi lain bila dibandingkan dengan dering telepon di siang hari.

Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan mempengaruhi orang-orang berkomunikasi. Misalnya, dua orang suami istri yang sedang bertengkar akan merasa canggung bila ada tamu datang untuk menemui mereka di rumahnya. Ini juga akan sering ditemukan pada beberapa konflik yang kita temukan pada kehidupan keseharian kita, dimana hubungan mereka akan sedikit mencairkan bila ada orang lain dekat dengan mereka. Suasana psikologis peserta komunikasi juga sangat mempengaruhi suasana komunikasi. Komentar seorang istri mengenai kenaikan harga kebutuhan pokok dan kurangnya uang berbelanja pemberian suaminya mungkin akan ditanggapi dengan kepala dingin oleh suaminya dalam keadaan biaasa atau keadaan santai, boleh jadi akan membuat sang suami berang bila istri menyampaikan komentar tersebut pada saat suami baru pulang kerja dan dimarahi habis-habisan oleh atasannya.

F. Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi

etika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan dan tata krama. Artinya orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespon. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya. Misalnya anda mengetahui bagaimana tata krama dalam berbahasa ketika anda berhadapan dengan orang tua anda atau dosen anda, yang tidak mungkin dengan memakai kata "Kamu" atau "Elu". Prinsip ini mengasumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia. Dengan kata lain, perilaku manusia, minimal secara parsial, dapat diramalkan. Kalau semua perilaku  manusia bersifat acak atau selalu tanpa diduga, hidup kita akan sulit. Setiap bangun tidur, kita akan selalu merasa ceman, takut, karena kita tidak dapat menduga apa yang akan orang lakukan terhadap kita.

G. Komunikasi Itu Bersifat Sistemik
Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Organ-organ dalam tubuh kita saling berhubungan. Kerusakan pada mata misalnya dapat membuat kepala kita pusing. Bahkan unsur diri kita yang bersifat jasmani juga berhubungan dengan unsur kita yang bersifat rohani. Kemarahan membuat jantung kita berdetak lebih cepat dan berkeringat.

Komunikasi juga menyangkut suatu sistem dari unsur-unsurnya. Setidaknya dua sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi, yaitu sistyem internal dan sistem eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh seseorang individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja dan sebagainya). Istilah lain yang merujuk sistem internal ini adalah kerangak rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), Struktur kognitif (kognitif structure), pola pikir (thinking patterns), keadaan internal (internal states), atau sikap (attitude). Pendeknya, sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita dan pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi.

Sedangkan sistem eksternal terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan sekitarnya, penataan ruangan, cahaya dan temperatur ruangan. Elemen-emelemn ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi. Akan tetapi, karena masing-masing orang mempunyai sistem internal yang berbeda, maka setiap orang tidak akan memiliki bidang perseptual yang sama, meskipun mereka duduk di ruangan yang sama, dengan situasi yang sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah produk dari perbaduan antara sistem internal dan sistem eksternal tersebut.

H. Semakin Mirip Latarbelakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya. Kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorang orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak berbicara atau memahami bahasa yang sama.

I. Komunikasi Bersifat Nonsekuensial
Meskipun sebagian definisi dan model komunikasi memandang komunikasi sebagai proses satu arah (linier), sebenarnya komunikasi masusia dalam bentuk dasarnya (tatap muka) bersifat dua arah. Orang-orang yang kita anggap pendengar atau penerima pesan juga adalah "pembicara" atau pemberi pesan pada saat yang sama melalui perilaku nonverbal.

J. Komunikasi bersifat Prosesual, Dinamis dan Traksasional
Seperti halnya waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, melainkan merupakan proses yang berkelanjutan (continuous). Komunikasi sebagai proses ini dianalogikan bahwa "Seorang manusia tidak akan pernah menyeberangi sungai yang sama dua kali". Pada saat yang kedua itu manusia itu sudah berbeda, begitu juga air dan sungainya. Oleh karenanya, komunikasi terjadi sekali waktu dan kemudian menjadi bagian dari sejarah kita. Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruhnya, baik melalui komunikasi verbal maupun nonverbal. Pernyataan "sayang", pujian, ucapan selamat, penyesalan atau kemarahan akan membuat sikap atau orientasi mitra komunikasi kita berubah terhadap kita, dan pada gilirannya perubahan tersebut membuat kita berubah terhadapnya.

Ilmplikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dunia dan perilakunya). Ada orang yang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu, tapi perubahan akhirnya cukup besar. Namun ada juga yang berubah secara tiba-tiba. Sinkatnya kita mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi.

K. Komunikasi bersifat Irreversibel
Sifat irreversible adalah implikasi komunikasi sebagai proses yang selalu berubah. Prinsip ini seharusnya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati-hati untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, karena efeknya yang tidak bisa ditiadakan. Sekali anda mengkomunikasikan sesuatu, anda tidak bisa tidak mengkomunikasikannya. Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi penting komunikasi dalam segala macam bentuknya. Sebagai contoh, dalam komunikasi antarpribadi, khususnya dalam situasi konflik, kita perlu berhati-hati untuk tidak mengucapkan sesuatuyang mungkin nantinya ingin kita tarik kembali. Apalagi dalam komunikasi publik atau komunikasi massa, dimana pesan-pesan didengar dan dilihat oleh ribuan bahkan jutaan orang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa komunikasi bersifat irreversibel.

L. Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan dan konflik antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi itu sendiri bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena persoalan atau konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural ini harus diatasi. Misalnya, meskipun pemerintah berusaha untuk menjalin komunikasi untuk menyosialisasikan perubahan pada masyarakat miskin, tidak mungkin usaha itu akan berhasil, bila pemerintah membuat kebijakan yang tidak adil dan tidak berpihak kepada masyarakat miskin.

Sumber:
Yasir, 2009, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru. Hal. 45-52.

Hi... I'm Martius, You can find more about me. Thanks for coming to my blog and hope you enjoy it.

0 komentar

Posting Komentar