Komunikasi Nonverbal

SHARE THIS

Share to:

Facebook Twitter

Komunikasi Nonverbal

Komunikasi Nonverbal - Komunikasi nonverbal lebih tua dan lebih dulu munculnya dari pada komunikasi verbal. Kita juga mempersepsi manusia tidak hanya melalui bahasa verbalnya, bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, "Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya". Melalui perilaku nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung atau sedih. Kesan awal kita kepada seseorang sering didasarkan perilaku noverbalnya, yang mendorong kita untuk mengenalnya lebih jauh.
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Pesan-pesan nonverbal ini sangat berpengaruh dalam komunikasi. Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, dapat dipelajari bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun kebanyakan ahli sepakat bahwa dimana, kapan dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini dipelajari, dan karenannya dipengaruhi oleh konteks dan budaya. Kita belajar menatap, meberi isyarat, memakai parfum, menyentuh bagian tubuh orang lain, dan bahkan kapan kita diam. Bila kebanyakan perilaku verbal kita bersifat eksplisit dan diproses secara kognitif, perilaku nonverbal kita bersifat spontan, ambigu, sering berlangsung cepat dan di luar kesadaran dan kendali kita. Karena itu Edward T. Hall memahami bahasa nonverbal ini dengan "bahasa diam" (silent language) dan "dimensi tersembunyi" (hidden dimension).

Sebagaiman budaya, subkultur pun sering memiliki bahasa nonverbal yang khas. Dalam suat budaya boleh jadi terdapat variasi bahasa nonverbal, misalnya bahasa tubuh, bergantung pada jenis kelamin, agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, tingkat ekonomi, lokasi geografis dan sebagainya.

Meskipun secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi itu jalin-menjalain dalam komunikasi tatap-muka sehari-hari. Kedua rangsangan itu diinterpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan. Misalnya, ketika anda mengatakan "tidak" tanpa anda sadari anda juga menggelangkan kepala pada saat yang sama. Tidak ada struktur yang pasti, tetap dan dapat diramalkan mengenai hubungan antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Keduanya dapat berlangsung spontan, serempak, dan nonskuensial. Sementara perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku nonverbal berifat multi saluran.

Perbedaan yang menonjol antara pesan verbal dan nonverbal adalah bahwa pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal bersinambungan. Artinya orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapan saja dikehendaki, sedangkan pesan nonverbalnya tetap mengalir sepanjang ada orang yang bersangkutan masih hadir di dekatnya. Ini mengingatkan kita kepada salah satu prinsip komunikasi bahwa kita tidak dapat tidak berkomunikasi; setiap perilaku punya potensi untuk ditafsirkan atau dimaknai.

Menurut Joseph A. Devito (1997: 178) ada enam ciri umum dari pesan-pesan nonverbal. Pertama, pesan nonverbal bersifat komunikatif, artinya perilaku nonverbal dalam suatu situasi interaksi selalu mengkomunikasikan sesuatu. Kita tidak mungkin tidak bertingkah laku, dan karenanya tidak mungkin kita tidak mengkomunikasikan sesuatu. Dalam hal ini sering kali kita temukan orang yang memiliki kesamaan perilaku (behavioral synchrony). Kita dapat melihat kesamaan perilaku gerak-gerik tubuh antara dua orang yang berdekatan. Umumnya kesamaan perilaku ini merupakan indeks dari rasa saling menyukai atau faktor ikatan psikologis. Pada sisi yang lain tidak berarti bahwa komunikasi nonverbal harus dalam bentuk perilaku. Banyak pesan nonverbal dikomunikasikan melalui cara berpakaian dan artifak-artifak lain.

Ciri yang kedua adalah kontekstual. Seperti halnya komunikasi verbal, komunikasi nonverbal terjadi dalam suatu konteks (situasi dan lingkungan). Konteks ini membantu untuk menentukan makna dari setiap perilaku nonverbal. Perilaku nonverbal yang sama mungkin mengkomunikasikan makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda dengan mengedipkan mata di meja poker. Ciri ketiga adalah paket. Perilaku nonverbal, apakah menggunakan tangan, ,mata atau tubuh lainnya, biasanya terjadi dalam bentuk "paket". Seringkali perilaku seperti ini saling memperkuat, masing-masing pada pokonya mengkomunikasikan makna yang sama. Ada kalanya perilaku ini bertentangan satu sama lainnya. Oleh karena itu, bila perilaku nonverbal bertentangan dengan perilaku verbal, tampaknya sangat beralasan untuk mempertanyakan kemungkinan komunikatornya dapat dipercaya.

Keempat, konikasi nonverbal bersifat dapat dipercaya (believable). Kita umumnya lebih mempercayai perilaku nonverbal. Ini tetap berlaku meskipun perilaku nonverbal ini bertentangan dengan perilaku verbal. Namun umumnya komunikasi verbal dan nonverbal konsisten. Penelitian banyak menemukan bahwa seorang pembohong kurang banyak bergerak ketimbang orang yang mengatakan sebenarnya, kalaupun banyak bergerak sering salah tingkah. Selain itupembohong berbicara lebih lambat dan membuat kesalahan berbicara. Indikator utama kebohongan menurut Albert Mehrabian (dalam Devito, 1997: 181) adalah bahwa pembohong menggunakan lebih sedikit kata-kata, terutama dalam menjawab pertanyaan dan jarang sekali jawabannya mendalam dari segi isi.

Ciri kelima adalah dikendalikan oleh aturan. Komunikasi nonverbal, seperti halnya verbal, dikendalikan oleh aturan (rule governed). Kita belajar kaidah-kaidah kepatutan sebagian besar melalui pengamatan lingkungan sosial kita orang tua atau dewasa. Sebagai contoh, kita mempelajari bagaimana bersimpati serta aturan-aturan budaya mengenai mengapa, dimana, dan kapan mengutarakan simpati. Ciri terakhir adalah komunikasi nonverbal bersifat metakomunikasi. Setiap perilaku, verbal atau nonverbal, yang mengacu pada komunikasi bersifat metakomunikasi. Sebagai contoh, anda mungkin mengatakan, "Pernyataan ini salah", atau "Apakah anda mengerti apa yang saya katakan?" Kedua pernyataan ini mengacu pada komunikasi dan karenanya dinamakan pernyataan metakomunikasi.

Fungsi Komunikasi Nonverbal
Dilihar dari fungsinya, perilaku noverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman (dalam Mulyana, 2001: 314) menyebut lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai:
1. Embelem; gerak mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol nonverbal. Kedipan mata dapat menyatakan, "Saya tidak sungguh-sungguh".
2. Ilustrator; pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.
3. Regulator; kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidakpastian berkomunikasi.
4. Penyesuaian; kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
5. Affect Display; pembesaran manik-mata (pupil) menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut atau senang.

Dalam hubungan dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.
a) Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya anda menganggukkan kepala ketika anda mengatakan "Ya", atau menggelengkan kepala ketika mengatakan "Tidak"
b) Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal, Misalnya anda melambaikan tangan seraya mengucapkan "Selamat jalan".
c) Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri. Misalnya anda menggoyangkan tangan anda dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai ganti kata "Tidak") ketika seorang pengamen atau pengemis mendatangi kendaraan anda.
d) Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda sebagai mahasiswa membereskan buku-buku, melihat jam tangan, atau menggunakan jaket menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen segera menutup kuliahnya.
e) Perilaku nonverbal dapat membenatah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya, seorang suami mengatakan, "Bagus! Bagus!" ketika dimintai istrinya untuk menilai atau mengomentari apakah pakaian yang dikenakan pantas untuknya. Sementara sang suami masih terus membaca surat kabar.

Klasifikasi Pesan Nonverbal
Menurut Ray L. Birdwhilstell, 65% dari komunikasi tatap muka adalah noverbal, sementara menurut ALbert Mehrabian, 93% dari semu makna sosial dalam komunikasi tatap muka diperoleh dari isyarat-isyarat nonverbal. Seperti bahasa verbal, bahasa nonverbal suatu kelompok orang juga tidak kalh rumitnya. Bila kelompok-kelompok budaya yang memiliki sandi nonverbal yang berbeda ini berinteraksi, fenomena yang terjadi akan semakin rumit, sekalipun kelompok-kelompok budaya tersebut memahami bahasa verbal yang sama.

Perilaku nonverbal kita terima sebagai suatu "paket" siap pakai dalam lingkungan sosial kita, khususnya orang tua. Kita tidak pernah mempersoalkan mengapa kita harus memberi isyarat begini untuk mengatakan hal lain. Sebagaimana lambang verbal, asal-usul isyarat nonverbal sulit dilacak.

Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ini dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch (dalam Mulayana, 2001: 317) mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa tanda (sign language) - acungan jempol untuk numpang gratis; bahasa isyarat tuna rungu; kedua, bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan; dan ketiga, bahasa objek (object language) -pertunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), musik dan lain sebagainya, baik yang sengaja maupun tidak. Sedangkan Samovar dan Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua kategori besar; yakni: pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan parabahasa; kedua, ruang, waktu dan diam.

Sumber:
Yasir, 2009, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru. Hal. 94-98.

Daftar Referensi:
Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antar Manusia; Kuliah Dasar, Edisi Kelima, Penerj. Agus Maulana, Profesional Books, Jakarta.

Mulyana, Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Hi... I'm Martius, You can find more about me. Thanks for coming to my blog and hope you enjoy it.

0 komentar

Posting Komentar